Sabtu, 31 Desember 2011

PENGELOLAAN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI CILENGKRANG KABUPATEN KUNINGAN

PENGELOLAAN DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KAWASAN
TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI CILENGKRANG
KABUPATEN KUNINGAN


LAPORAN FIELDTRIP
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Kelompok
Dosen Pengampu    : Ina Rosdiana Lesmanawati
Mata Kuliah Pilihan : Biologi Konservasi





Disusun Oleh:
Abdul Majid
Andri
Entik Suticha
Nia Daniah
Siti Aisah

Fakultas Tarbiyah/ Jurusan IPA Biologi/ VII

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2011



I.         Tujuan
Untuk melihat dan mengamati pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dan melihat tingkat keanekaragaman (biodeiversity) jenis yang terdapat di dalam suatu ekosistem darat (TNGC)

II.      Sejarah Kawasan Gunung Ciremai
Sosok Gunung Ciremai, atau sering juga disebut Cereme, Careme, atau Cerme, memang bagaikan sesosok raksasa yang berdiri menjulang di tengah-tengah dataran rendah kawasan pantai utara Jawa Barat bagian timur. Tingginya yang mencapai 3.078 meter di atas permukaan laut (m dpl) atau 2.578 meter di atas Kota Kuningan membuatnya menjadi gunung tertinggi di seantero Jawa Barat dan Banten. Gunung Ciremai dikategorikan sebagai gunung api kuarter Tipe A berbentuk strato yang masih berstatus aktif. Status aktif Tipe A yang dimilikinya, membuat Ciremai adalah satu dari 80 gunung api sejenis yang tersebar di seluruh Indonesia dan satu di antara gunung api teraktif di Pulau Jawa. Ciremai juga termasuk dalam ratusan gunung api yang membentuk cincin api (ring of fire), yaitu rangkaian gunung api aktif yang berbentuk seperti rantai cincin mengelilingi Samudra Pasifik.
Namun, jika dibanding gunung-gunung api aktif lainnya di Jawa dan Indonesia, Ciremai termasuk memiliki tabiat yang paling “kalem” dan “ramah”, karena sejak letusan pertama yang tercatat dalam sejarah pada tahun 1698 lalu, gunung tersebut tidak pernah mengeluarkan kekuatan yang terlalu berlebihan sehingga menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa manusia.
Menurut Data Dasar Gunung Api di Indonesia yang dimiliki Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), selama kurun waktu 400 tahun terakhir, Gunung Ciremai hanya meletus sebanyak tujuh kali, tanpa data pasti jumlah korban jiwa yang ditimbulkan. Bandingkan dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah yang telah meletus 28 kali hanya dalam kurun waktu 130 tahun dan menewaskan ribuan jiwa. Letusan pertama Gunung Ciremai tercatat terjadi pada 3 Februari 1698. Pada waktu itu, digambarkan sebuah gunung besar di Cirebon telah roboh dan menyebabkan permukaan air di sungai-sungai mendadak naik sehingga menyebabkan korban jiwa, tanpa data jumlah korban yang jelas.
Letusan itu disusul letusan kecil pada 11-12 Agustus 1772, 1775, dan April 1805. Ketiganya tanpa menimbulkan jatuhnya korban jiwa atau kerusakan yang berarti. Tahun 1917 terjadi semburan uap belerang di dinding selatan gunung yang dikategorikan dalam letusan, kemudian pada September 1924 terjadi tembusan fumarola kuat di bagian barat kawah dan dinding pemisah kawah. Letusan besar terakhir tercatat pada periode 24 Juni 1937– 7 Januari 1938, berupa letusan preatik dari kawah pusat dan celah-celah radial di dalam perut gunung. Meski tidak jatuh korban jiwa maupun kerusakan berat, tetapi abu vulkanik yang dimuntahkan gunung tersebut tercatat jatuh tersebar di kawasan seluas 52.500 kilometer persegi.
Padahal, bagaimanapun juga, harus tetap disadari bahwa Gunung Ciremai adalah gunung berapi aktif. Bahkan, DVMBG hingga saat ini masih menetapkan sedikitnya tiga daerah kawasan rawan bencana (KRB) dengan tingkat-tingkat risiko masing-masing. KRB I atau Daerah Bahaya adalah daerah dengan radius 5 kilometer dari pusat kawah gunung yang kemungkinan bakal diterjang lahar panas maupun dingin, awan panas, dan jatuhan piroklastik berat, seperti batu-batuan dan bongkahan mineral dari perut gunung pada waktu meletus. Daerah ini meliputi luas wilayah sekitar 145,3 km persegi.
KRB II atau Daerah Waspada adalah daerah dengan radius 8 km dari kawah gunung dan merupakan daerah berisiko terkena lontaran material piroklastik dari dalam kawah dan rawan diterjang lahar hujan atau lahar dingin. Daerah Waspada ini meliputi luas wilayah sebesar 187,8 km persegi.
Kawasan Gunung Ciremai merupakan kawasan Hutan Lindung/Tutupan yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda dan disahkan pada tanggal 28 Mei 1941 dengan fungsi utama pengaturan tata air, pencegah erosi, sedimentasi, longsor, banjir dan bencana alam akibat letusan gunung merapi, menjaga kesuburan tanah areal di bawahnya dan kelestarian flora dan fauna di dalam ekosistemnya.
Seiring dengan perkembangan periode pengelolaan hutan di Indonesia, pada tanggal 10 Maret 1978, Kawasan Hutan Gunung Ciremai telah ditunjuk menjadi hutan produksi wilayah kerja unit produksi (Unit III) Perum Perhutani dengan SK Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/Um/3/1978. Dengan perubahan status kawasan menjadi hutan produksi menyebabkan terganggunya fungsi utama kawasan Gunung Ciremai karena terdapat pengelolaan tanah secara intensif dan penebangan hutan alam yang diganti dengan pohon pinus sehingga mengurangi habitat tumbuhan dan satwa liar. Pada tanggal 4 Juli 2003 Kawasan Hutan Gunung Ciremai yang dikelola Perum Perhutani berubah status menjadi Hutan Lindung Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No. 195/Kpts-II/2003.
Usulan Bupati Kabupaten Kuningan dan Majalengka yang disetujui DPRD mendapat respon yang positif sehingga berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004Tanggal 19 Oktober 2004, Perubahan Fungsi Hutan Lindung Pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas + 15.500 ha Terletak di Kabupaten Kuningan Dan Majalengka, rovinsi Jawa Barat Menjadi Taman Nasional dan kemudian di kelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai sejak akhir tahun 2006.

III.   Gambaran Umum Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) adalah sebuah kawasan konservasi yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Taman nasional ini dimaksudkan untuk melindungi kekayaan hayati dan lingkungan di wilayah Gunung Ciremai. Kawasan Hutan Gunung Ciremai telah ditunjuk menjadi taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. : SK.424/Menhut-II/2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung pada kelompok hutan Gunung Ciremai seluas ± 15.500 (lima belas ribu lima ratus) hektar terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai. Hutan di Taman Nasional Gunung Ciremai selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, tetapi juga merupakan daerah resapan air bagi kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Cirebon sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan.
Taman Nasional Gunung Ciremai
Letak                   : Jawa Barat, Indonesia
Kota terdekat      : Kuningan
Koordinat            : 6°54′25.5″S 108°24′47.5″EKoordinat: 6°54′25.5″S 108°24′47.5″E
Luas                     : 15.859,17 ha
Didirikan             : 2004
Pihak pengelola   : Kementerian Kehutanan
Bentuk wilayah TN Gunung Ciremai cenderung melonjong, dengan sumbu panjang nyaris tepat di arah utara-selatan, dan dengan tiga tonjolan memanjang serupa tanjung di arah utara, barat, dan barat daya. Wilayah ini berada di antara garis-garis bujur 108°21'35"—108°28'00" BT dan garis-garis lintang 6°50'25"—6°58'26" LS. Topografinya sebagian besar bergelombang (64%) dan curam (22%), bergunung-gunung, dengan puncak tertinggi pada ketinggian 3.078 m dpl.
Kawasan TNGC ini sebagian masuk wilayah Kabupaten Kuningan (8.931,27 ha), dan sebagian lagi di wilayah Kabupaten Majalengka (6.927,9 ha). Di sebelah utara kawasan hutan ini berbatasan dengan wilayah Kabupaten Cirebon; sementara batas-batasnya di sisi timur terletak di kecamatan-kecamatan Cilimus, Jalaksana, dan Kramatmulya. Di selatan, batas-batas ini berada di wilayah Cigugur, Kadugede, Nusaherang, serta Darma; di barat berada di wilayah Majalengka.

IV.   Hasil Pengamatan
a)         Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan TNGC
Di wilayah Gunung Ceremai ini, hutan di bawah 1.000 m semula merupakan kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani KPH Kuningan. Hutan-hutan ini telah berubah menjadi hutan tanaman tusam dan beberapa jenis pohon kayu yang lain. Sementara hutan pada ketinggian 1.000 m ke atas sebelumnya adalah hutan lindung, yang sebagiannya telah rusak terganggu oleh letusan gunung, dan kemudian oleh aktivitas masyarakat serta kebakaran hutan. Berdasarkan kondisi iklimnya, hutan-hutan pegunungan ini bisa dibedakan atas hutan dataran tinggi basah di bagian selatan (Cigugur dan sekitarnya) dan hutan dataran tinggi yang lebih kering di sebelah utara di wilayah Setianegara dan sekitarnya.
Hutan di zona pegunungan basah dari Cigugur ke arah puncak Ceremai cukup kaya akan jenis pohon. Tercatat di antaranya jenis-jenis saninten (Castanopsis argentea, C. javanica, C. tungurrut) dan pasang (Lithocarpus elegans dan L. sundaicus) dari suku Fagaceae; jenitri (Elaeocarpus obtusus, E. petiolatus dan E. stipularis), suku Elaeocarpaceae; mara (Macaranga denticulata) dan kareumbi (Omalanthus populneus), suku Euphorbiaceae; aneka jirak (Symplocos fasciculata, S. spicata, S. sessilifolia, S. theaefolia), Symplocaceae; jenis-jenis ara (di antaranya Ficus padana dan F. racemosa), Moraceae; puspa (Schima wallichii) dan ki sapu (Eurya acuminata), Theaceae; dan lain-lain.
Di bagian yang lebih kering di Setianegara, hutan didominasi oleh jenis-jenis huru atau medang (Litsea spp.), saninten (C. argentea dan C. javanica), mara (Macaranga tanarius), mareme (Glochidion sp.), bingbin (Pinanga javana), dan pandan gunung (Pandanus sp.). Di bagian yang lebih atas zona montana ini juga didapati dominansi dari jamuju (Dacrycarpus imbricatus, Podocarpaceae) yang membentuk sabuk vegetasi khusus.
Gunung Ceremai merupakan daerah penting bagi burung (IBA, Important Bird Areas JID 24), sekaligus daerah burung endemik (EBA, Endemic Bird Areas DBE 160). Beberapa jenisnya berstatus rentan (IUCN:VU, vulnerable), misalnya celepuk jawa (Otus angelinae) dan ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea). Tercatat pula sekurangnya 18 spesies yang lain yang berstatus burung sebaran terbatas (restricted area bird) seperti halnya puyuh-gonggong jawa (Arborophila javanica), walik kepala-ungu (Ptilinopus porphyreus), takur bututut (Megalaima corvina), berkecet biru-tua (Cinclidium diana), poksai kuda (Garrulax rufifrons), cica matahari (Crocias albonotatus), opior jawa (Lophozosterops javanicus), kenari melayu (Serinus estherae), dan lain-lain.
Cucak gunung adalah salah satu jenis burung sebaran terbatas yang ditemukan di Ceremai. Beberapa jenis mamalia penting yang terdapat di TNGC, di antaranya, macan tutul (Panthera pardus); surili (Presbytis comata); lutung budeng (Trachypithecus auratus); kukang jawa atau muka geni (Nycticebus javanicus); kijang muncak (Muntiacus muntjak); dan pelanduk jawa (Tragulus javanicus).

b)        Inventarisasi Keanekaragaman Hayati Kawasan TNGC
No
Nama Tanaman
Gambar
Karakteristik
1.











   Kopi Arabica
(Coffea arabica L.)

















Pohon kopi dapat tumbuh sampai ketinggian lebih dari 30 kaki, pohon kopi ini ditutupi daun-daun yang berwarna hijau gelap, berlilin dan tumbuh saling membelakangi satu sama lain berpasangan. Buahnya tumbuh di sepanjang cabang pohon itu. Dibutuhkan hampir satu tahun bagi buah kopi untuk menjadi masak setelah berbunga, dengan bunga-bunga yang bermekaran berwarna putih dan beraroma semerbak. Karena buah kopi tumbuh dalam suatu siklus yang berkelanjutan, merupakan hal biasa untuk melihat bunga-bunga, buah-buah hijau dan buah-buah yang telah matang dalam suatu pohon.
Pohon-pohon itu dapat hidup selama 20 - 30 tahun dan bisa tumbuh di iklim yang beragam, sepanjang tidak banyak terjadi fluktuasi temperatur. Secara optimal, pohon kopi menyukai tanah subur dan temperatur rendah,dengan sering turunnya hujan dan sinar matahari yang ternaungi.
2.




















          Durian
(Durio zibenthinus)



















http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0a/Durio_zibeth_070707-0085_cmap.jpg/200px-Durio_zibeth_070707-0085_cmap.jpg











Tumbuh tinggi dapat mencapai ketinggian 25–50 m tergantung spesiesnya, pohon durian sering memiliki banir (akar papan). Pepagan (kulit batang) berwarna coklat kemerahan, mengelupas tak beraturan. Tajuknya rindang dan renggang.Daun berbentuk jorong hingga lanset, 10-15(-17) cm × 3-4,5(-12,5) cm; terletak berseling; bertangkai; berpangkal lancip atau tumpul dan berujung lancip melandai; sisi atas berwarna hijau terang, sisi bawah tertutup sisik-sisik berwarna perak atau keemasan dengan bulu-bulu bintang. Bunga (juga buahnya) muncul langsung dari batang (cauliflorous) atau cabang-cabang yang tua di bagian pangkal (proximal), berkelompok dalam karangan berisi 3-10 kuntum berbentuk tukal atau malai rata. Kuncup bunganya membulat, sekitar 2 cm diameternya, bertangkai panjang. Kelopak bunga bentuk tabung sepanjang lk. 3 cm, daun kelopak tambahan terpecah menjadi 2-3 cuping berbentuk bundar telur. Mahkota bentuk sudip, kira-kira 2× panjang kelopak, berjumlah 5 helai, keputih-putihan. Benang sarinya banyak, terbagi ke dalam 5 berkas; kepala putiknya membentuk bongkol, dengan tangkai yang berbulu. Bunga muncul dari kuncup dorman, mekar pada sore hari dan bertahan hingga beberapa hari. Pada siang hari bunga menutup. Bunga ini menyebarkan aroma wangi yang berasal dari kelenjar nektar di bagian pangkalnya untuk menarik perhatian kelelawar sebagai penyerbuk utamanya
3.

















Bunga Kana
(Canna indica L)















Canna indica











Bunga Tasbih adalah sejenis tanaman berperdu, tingginya lebih kurang 2 meter. Bunga Tasbih mempunyai pelbagai jenis, antaranya ialah Canna Indica, Canna Generalis dan Canna Endulis. Untuk tujuan perubatan biasanya dari jenis Canna Indica Linn dicari.Bunga Tasbih besar dan keluar di hujung pucuk. Bunganya ada bermacam-macam jenis warna. Ada yang berwarna merah, kuning dan jingga. Bunganya besar dengan warna-warna cerah (merah dan kuning). Buahnya berupa buah kendaga, berbiji banyak dan berbentuk bulat. Hampir selalu ditanam sebagai tanaman hias, dan juga dapat tumbuh liar di hutan dan daerah pegunungan samapi ketinggian ±1.000 m dari permukaan laut.
4.









     





















Alpukat
(Persea americana)





























Apokat atau Persea americana ialah tumbuhan penghasil buah meja dengan nama sama. Berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Guam. Banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah.Batangnya bisa mencapai tinggi 20m dengan daun sepanjang 12 hingga 25 sentimeter. Bunganya tersembunyi dengan warna hijau kekuningan dan ukuran 5 hingga 10 milimeter. Ukurannya bervariasi dari 7 hingga 20 sentimeter, dengan massa 100 hingga 1000 gram, dan biji yang besar, 5 hingga 6.4 sentimeter.Buahnya bertipe buni, memiliki kulit lembut tak rata berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan, tergantung pada varietasnya. Daging buah alpukat berwarna hijau muda dekat kulit dan kuning muda dekat biji, dengan tekstur lembut








5.

































Kayu Mahoni
(wietenia mahagoni)
































pohonmahoni


























Tanaman mahoni merupakan tanaman tahunan, dengan tinggi rata-rata 5 - 25 m (bahkan ada yang mencapai lebih dari 30 m), berakar tunggang dengan batang bulat, percabangan banyak, dan kayunya bergetah. Daunnya berupa daun majemuk, menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun rata, tulang menyirip dengan panjang daun 3 - 15 cm. Daun yang masih muda berwarna merah dan setelah tua jreng..jreng.. bukan sulap bukan sihir, berubah menjadi hijau. Bunga tanaman mahoni adalah bunga majemuk, tersusun dalam karangan yang keluar dari ketiak daun. Ibu tangkai bunga silindris, berwarna coklat muda. Kelopak bunganya lepas satu sama lain dengan bentuk menyerupai sendok, berwarna hijau. Mahkota bunga silindris, berwarna kuning kecoklatan. Benang sari melekat pada mahkota. Kepala sari berwarna putih/kuning kecoklatan. Tanaman mahoni ini baru akan berbunga setelah usia 7 atau 8 tahun. Setelah berbunga, tahap selanjutnya adalah berbuah. Buah mahoni merupakan buah kotak dengan bentuk bulat telur berlekuk lima. Ketika buah masih imut berwarna hijau, dan setelah besar berwarna coklat. Di dalam buah terdapat biji berbentuk pipih dengan ujung agak tebal dan warnanya coklat kehitaman. Buah yang sudah renta alias tua sekali kulit buahnya akan pecah dengan sendirinya dan biji-biji pipih itu akan bebas berterbangan kemana angin meniup.
6.




























Petai Cina
(Leuconia leucocephala)





















































Pohon atau perdu, tinggi hingga 20m; meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3—10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah; daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5—20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai. Bunga majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12—21 mm, di atas tangkai sepanjang 2—5 cm.[3] Bunga kecil-kecil, berbilangan—5; tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.
7.
























Pisang
(Musa Paradisiaca)








































Tumbuhan ini berasal dari Asia dan tersebar di spanyol, Itali, Indonesia, Amerika dan bagian dunia yang lain. Tumbuhan pisang menyukai daerah alam terbuka yang cukup sinar matahari , cocok tumbuh didataran rendah sampai pada ketinggian 1000 meter lebih diatas permukaan laut. Pada dasarnya tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang sejati. Batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah pelepah yang mengelilingi poros lunak panjang , Batang pisang yang sebenarnya terdapat pada bonggol yang tersembunyi di dalam tanah
8.
Bambu (Bambusa sp.)
Hutan bambu di Kyoto, Jepang
Bambu tergolong keluarga Graminae (rumput-rumputan). Tanaman ini juga sering disebut sebagai rumput raksasa (Giant Grass). Bambu merupakan tanaman berumpun yang terdiri dari sejumlah batang/ buluh yang tumbuh secara bertahap dari mulai rebung (tunas bambu), batang muda, dan batang dewasa pada umur 4 – 5 tahun.Bambu memiliki tiga bagian tubuh utama yang tampak, yaitu akar, batang, dan daun. Akar bambu terdiri atas rimpang (rhizon) yang berbuku dan beruas. Pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang.Sedangkan batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga (ada pula yang masif), berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Warna batangnya biasanya hijau dan jika sudah tua akan menguning atau cokelat. Tumbuhnya ke atas dan tegak lurus (erectus).Bagian selanjutnya adalah daunnya, daun bambu (folium Bambusa sp) merupakan bagian yang memiliki heteromorfisme pada fase kehidupannya
9.
Pacing (Costus sp.)
Costus megalobrachtea
Herba tegak, 0,5-1,5 m. Daun pacing nyaris tak bertangkai, kalaupun ada hanya 1,5 cm panjangnya, berlidah pendek. Helaian daun berbentuk mata tombak, ukuran 9-37 kali 3-10 cm. Bunga duduk berbentuk terminal rapat, berwarna merah muda atau putih. Daun pelindung memanjang runcing berdiri tempel. Kelopak tidak rontok, serupa tulang segitiga, mahkota membentuk tabung 1×0,5 cm. Tajuk bulat telur, ujung runcing pendek. Buahnya bersegi tiga merupakan buah kotak berwarna merah dengan biji.
10.

Suplir

(Adiantum venustum)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b3/Adiantum_venustum.jpg/250px-Adiantum_venustum.jpg
Suplir adalah sebutan awam bagi segolongan tumbuhan yang termasuk dalam genus Adiantum, famili Adiantaceae. Sebagai tumbuhan paku-pakuan, suplir tidak menghasilkan bunga dalam daur hidupnya. Perbanyakan generatif suplir dilakukan dengan spora yang terletak pada sisi bawah daun bagian tepi tanaman yang sudah dewasa.Suplir memiliki penampilan yang jelas berbeda dari jenis paku-pakuan lain. Daunnya tidak berbentuk memanjang, tetapi cenderung membulat. Sorus merupakan kluster-kluster di sisi bawah daun pada bagian tepi. Spora terlindungi oleh sporangium yang dilindungi oleh indusium. Tangkai entalnya khas, berwarna hitam mengkilap, kadang-kadang bersisik halus ketika dewasa. Sebagaimana paku-pakuan lain, daun tumbuh dari rizoma dalam bentuk melingkar ke dalam (bahasa Jawa mlungker) seperti tangkai biola (disebut circinate vernation) dan perlahan-lahan membuka. Akarnya serabut dan tumbuh dari rizoma
11.
Rotan Berduri
(Plectocomia graffithii)
Hidup berumpun, tumbuh dipinggir sungai/dataran rendah dan juga ditemui di pegunungan. Ruas batang nyata, warna batang hijau muda kekuning-kuningan, panjang ruas 25 – 40 cm diameter batang 1-2 cm merata sampai ujung, buku pada ruas melingkar rata dan berwarna hutam dimana ruas pada bagian bawah buku besar dan ruas pada bagian atas mengecil dan merata sampai keujung batang. Permukaan batang licin dan mengkilap. pada rotan yang tiap panen batangnya/bekas pelepah sepanjang ± 16 - 60 meter pada ujung batang kurang lebih 4 meter terdapat daun. Pada ujung batang terdapat pelepah daun berbentuk menonjol berbuku, pelepah daun berduri pada pinggir kiri dan kanan kira-kira 20 - 30 cm dari pelepah duri menghadap kebawah miring 45o, ujung pelepah terdapat sulur panjat dengan panjang kurang lebih 2 - 3 meter berfungsi sebagai alat panjat dengan duri berpasangan 4 - 5 berjarak 3 cm, naik keujung semakin rapat. Bentuk daun memanjang dengan panjang daun kurang lebih 20 - 50 cm, lebar daun 3 - 6 cm. Warna daun hijau, pada bagian bawah daun terdapat 4 tulang daun yang memiliki duri halus berjarak 2 - 3 cm. Ujung daun meruncing berbulu halus, makin ke ujung buluh makin rapat, pada sepanjang tepi daun berduri halus.
12.
Jamuju
(Podocarpus imbricatus)
Pohon jamuju merupakan sejenis pohon berkayu dengan ciri-ciri  daun kecil memanjang mirip pohon akasia. Jamuju merupakan jenis pohon atau tanaman yang langka. Tidak hanya sebagai jenis tanaman  langka, tapi juga pohon jamuju  ini diyakini sebagai tanaman endemik (khas suatu daerah) Tasikmalaya bagian selatan. Tanaman jamuju sebenarnya memiliki karakter tidak jauh berbeda dengan tanaman kayu keras lainnya, seperti faktor ketahanan kayunya yang cukup keras. ”Namun, jamuju tergolong kayu dengan masa pertumbuhan yang lambat dewasa jika dibandingkan dengan kayu seperti albasia.  Selama ini, jenis pohon jamuju hanya dikenal oleh kalangan terbatas seperti para petani yang sudah berumur tua.
13.
Pulus
(Laportea stimulans)

tanaman pohonan yang banyak ditemukan di daerah hutan hujan tropis dataran rendah di sebagian Indonesia. Sebarannya cukup luas termasuk di Masigit Kareumbi.Di beberapa daerah, Pulus sering dipersamakan dengan Kemadu atau Kemaduh (Laportea sinuata), walaupun sejatinya Kemadu adalah spesies yang berbeda, namun demikian keduanya sama-sama memiliki bulu sengat.Pulus (wood nettle, stinging nettle) termasuk dalam famili Urticaceae sehingga berkerabat dekat dengan tanaman Jelatang atau Jelutung (Girardina palmata). Di beberapa daerah Pulus juga sering disebut Jelatang. Walaupun secara fisik sebetulnya tanaman ini berbeda karena Jelatang memiliki daun berbentuk menjari seperti daun pepaya,berbentuk perdu dan memiliki duri di sekujur tubuhnya sampai ke batang.
14.
Simpur
(Dillenia suffruticosa)
Batangnya Hingga 10 m semak. Tidak stipules. Daun sebaliknya, sederhana, urat daun menyirip, tangkai daun bersayap sepanjang seluruh panjang. Bunga sekitar 95 mm, kuning, kadang-kadang diatur dalam cluster tenang. Buah sekitar 23 mm kapsul, merah panjang, pecah, biji dengan aril merah.
Habitat & Ekologi Terutama di hutan sekunder atau dalam pembukaan lahan di hutan-hutan tidak terganggu, bahkan di Keranga - kesehatan hutan di tanah podsolik dari tropis serta sepanjang sungai. Kebanyakan pada aluvial (tanah aluvial) seperti Rawa, hutan bakau, tepi sungai, tapi kadang-kadang juga ditemukan di bukit dan pegunungan. Pada liat ke tanah berpasir. Pembungaan: terus menerus, setiap bunga terbuka untuk satu hari saja, di antara dua bunga dari buah yang sama adalah jarak sekitar 3-4 hari. Pemasakan buah setelah 36 hari (Corner, 1940).

15.
Kaca Piring
Kaca piring berasal dari Cina dan Jepang. Bisa ditemukan sebagai tanaman hias di pakarangan pada daerah pegunungan dengan ketinggian 400 m dpl dan baru berbuah jika ketinggian sekitar 3.000 kaki dpl. Perdu tegak dengan ketinggian 1-2 m ini mempunyai batang bulat berkayu, bercabang, ranting muda, dan daunnya berlapis lilin. Daun letaknya berhadapan atau berkarang tiga, tebal dan licin seperti kulit, bertangkai pendek bentuknya elips atau bulat telur sungsang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, permukaan atas mengkilap, panjang 4,5-13 cm, lebar 2-5 cm, warnanya hijau tua. Bunga tunggal, bertangkai pendek, warnanya putih, keluar dari ujung ranting, baunya harum. Buah bentuknya bulat telur, kulitnya tipis, mengandung pigmen berwarna kuning, dan berbji banyak. Di Cina, bunganya digunakan sebagai penambah rasa pada daun teh. Buahnya bisa dimakan dan dapat digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan (seperti kunyit).
16.
Pepaya
(Carica papaya)

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah. Bentuknya dapat bercangap ataupun tidak. Pepaya kultivar biasanya bercangap dalam. Pepaya adalah monodioecious' (berumah tunggal sekaligus berumah dua) dengan tiga kelamin: tumbuhan jantan, betina, dan banci (hermafrodit). Tumbuhan jantan dikenal sebagai "pepaya gantung", yang walaupun jantan kadang-kadang dapat menghasilkan buah pula secara "partenogenesis". Buah ini mandul (tidak menghasilkan biji subur), dan dijadikan bahan obat tradisional. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang. Bunga biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning.
17.
Mahkota Dewa
Mahkota dewa ditanam sebagai tanaman peneduh. Ukurannya tidak terlalu besar dengan tinggi mencapai 3 meter, mempunyai buah yang berwarna merah menyala yang tumbuh dari batang utama hingga ke ranting. Untuk memperpanjang masa simpan buah mahkota dewa, dapat dilakukan pengawetan dengan beberapa cara antara lain pendinginan, pengalengan, dan pengeringan. Pengeringan yang dilakukan pada buah mahkota dewa bertujuan mengurangi kadar air dalam bahan, sehingga air yang tersisa tidak dapat digunakan sebagai media hidup mikroba perusak yang ada di dalam bahan tersebut, dengan kata lain dapat memperpanjang masa simpan buah mahkota dewa tersebut.
18.
Pinus
Pinus merkusii)
pohon besar yang tinggi mencapai 25-45 meter (82-148 kaki) tinggi dan dengan diameter batang sampai 1 meter (3,3 kaki). Kulit berwarna oranye-merah, tebal dan sangat pecah-pecah di dasar bagasi, dan tipis dan bersisik di bagian atas mahkota. Daun ('jarum') yang di pasang, sangat ramping, panjang 15-20 cm dan kurang dari 1 mm tebal, hijau menjadi hijau kekuning-kuningan. Kerucut yang berbentuk kerucut sempit, 5-8 cm dan 2 cm lebar di dasar ketika tertutup, hijau pada awalnya, pematangan mengilap merah-coklat. Mereka terbuka untuk 4-5 cm yang luas pada saat jatuh tempo untuk melepaskan benih. Benih 5-6 mm, dengan sayap 15-20 mm, dan angin-tersebut
19.

Elang jawa
(Nisaetus bartelsi)























Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan  sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan.
20.
Harimau
(Panthera tigris)

















harimau
Harimau dikenal sebagai kucing terbesar, harimau pada dasarnya mirip dengan singa ukurannya, walaupun sedikit lebih berat. Beda subspesies harimau memiliki karakteristik yang berbeda juga, pada umumnya harimau jantan memiliki berat antara 180 dan 320 kg dan betina berbobot antara 120 dan 180 kg. Panjang jantan antara 2,6 dan 3,3 meter, sedangkan betina antara 2,3 dan 2,75 meter. Di antara subspesies yang masih hidup, Harimau Sumatera adalah yang paling kecil dan Harimau Siberia yang paling besar.Loreng pada kebanyakan harimau bervariasi dari coklat ke hitam. Bentuk dan kepadatan lorengnya berbeda-beda satu dengan yang lain, tapi hampir semua harimau memiliki lebih dari 100 loreng.
21.
Bunga bangkai
(Amorphophallus titanium)
Titan-arum1web.jpg
Bunga bangkai atau suweg raksasa atau batang krebuit (nama lokal untuk fase vegetatif), Amorphophallus titanum, merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik dari Sumatera, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari Sumatera) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m. Namanya berasal dari bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat penyerbuk bagi bunganya. Banyak orang sering salah mengira dan tidak bisa membedakan bunga bangkai dengan "Rafflesia arnoldii" mungkin karena orang sudah mengenal bahwa Rafflesia sebagai bunga terbesar dan kemudian menjadi bias dengan ukuran bunga bangkai yang juga besar.Tumbuhan ini memiliki dua fase dalam kehidupannya yang muncul secara bergantian, fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif muncul daun dan batang semunya. Tingginya dapat mencapai 6m. Setelah beberapa waktu (tahun), organ vegetatif ini layu dan umbinya dorman. Apabila cadangan makanan di umbi mencukupi dan lingkungan mendukung, bunga majemuknya akan muncul.
22.




































Kantung Semar
(Nephentes sp.)



































Kantong atas dari Nepenthes edwardsiana
Kantong semar merupakan tumbuhan pemanjat atau menjalar. Daunnya berbentuk antara oval dan lanset, tunggal tidak bergerigi dan panjang tangkai berkisar antara 5 – 10 cm. Bagian ujung daun (apex) mengalami pemanjangan, mula-mula bagaikan bangunan seperti cacing atau cambuk (disebut tendril) sepanjang antara 15 sampai 30 centimeter, bergantung pada jenisnya. Tendril ini berfungsi untuk memegang ranting dimana ia memanjat, selanjutnya tendril ini menggelembung membentuk kantong dengan tudung menyerupai tutup sebuah periuk.Bentuk dari kantong pada tumbuhan kantong semar sangat bergantung dari jenisnya. Pada Nepenthes. ampullaria kantong (pitcher)-nya berbentuj seperti periuk dengan panjang sekitar 10 cm dan garis tengah mulut kurang lebih 8 cm., sedangkan pada Nepenthes gracillima lebih menyerupai tabung atau terompet dengan panjang sekitar 20 cm dan garis tengah mulut ± 8 cm. Karena relatif berat bagi penyanggnya, umumnya ujung daun (kantong/ pitcher) ini menjuntai sampai tanah. Pada bagian luar kantong semar terdapat dua baris bangunan seperti duri (gerigi) vertikal
23.
Alang-alang
(Imperata cylindrica)

Sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga, sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerapkali dengan karangan rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 – 1,5 m, di tempat-tempat lain mungkin lebih.Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang, panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 6-28 cm panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang (putih) lk. 1 cm, sebagai alat melayang bulir buah bila masak.
24.
Lengkuas
(Alpinia galanga)










































http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/65/Gardenology.org-IMG_7562_qsbg11mar.jpg/220px-Gardenology.org-IMG_7562_qsbg11mar.jpg























Akar : Rimpang besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat,mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua berserat kasar. Apabila dikeringkan, rimpang berubah menjadi agak kehijauan, dan seratnya menjadi keras dan liat. Batang : Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah-pelepah daun yang bersatu membentuk batang semu, berwarna hijau agak keputih- putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua. Selain untuk masakan lengkuas masih bisa dipergunkan untuk yang lainnya diantaranya untuk menyembuhkan jamur kulit (panu) dengan cara bagian yang masih muda dekat tunas diiris melintang dan bagian irisan tadi dicacah dengan pisau kemudian cacahan tadi di tetesi minyak tanah, setelah itu digosokkan pada kulit yang terkena jamur kilit. Cara penggosokan jangan sampai kulit lecet. Daun : Daun tunggal berwarna hijau, bertangkai pendek tersusun berseling. Daun disebelah bawah dan atas biasanya lebih kecil daripada yang ditengah. Bentuk daun lanset memanjang dan ujungnya runcing, pangkal tumpul dengan tepi daun rata. Pertulangan daun menyirip, panjang daun sekitar 20- 60 cm, dan lebarnya 4 - 15 cm. Pelepah daun kira-kira 15 - 30 cm, beralur dan berwarna hijau. Bunga : merupakan bunga majemuk berbentuk lonceng, berbau harum, berwarna putih kehijauan atau putih kekuningan. Ukuran perbungaan lebih kurang 10-30 cm x 5-7 cm. Jumlah bunga di bagian bawah tandan lebih banyak dari pada di bagian atas, panjang bibir bunga 2,5 cm, berwarna putih dengan garis miring warna merah muda pada tiap sisi. Mahkota bunga yang masih kuncup, pada bagian ujungnya berwarna putih, sedangkan pangkalnya berwarna hijau. Buah : buahnya berupanya buah buni, berbentuk bulat, keras. ketika muda berwarna hijau-kuning, setelah tua berubah menjadi hitam kecoklatan,
25.
Anak Nakal



















tanaman berdaun kecil-kecil dan lebat diduga memiliki daya isap CO2 lebih kuat dibanding yang lebar tetapi sedikit. Ada beberapa jenis tanaman yang ditandainya mampu menyerap gas beracun dengan berbagai kapasitas rendah hingga sedang. Perdu atau jenis tanaman penghalang. Cirinya, berdaun banyak, kecil-kecil, lebat dengan percabangan banyak.  Tanaman penghalang mampu menyerap debu. Butiran halus kotoran akan menempel pada daun yang kemudian luruh saat diguyur hujan





















V.      Kesimpulan
Kawasan taman nasional gunung ciremai merupakan kawasan konservasi ekosistem hutan yang masih asri dan terlindungi, memiliki banyak vegetasi baik vegetasi pepohonan besar, semak hingga herba. Selain vegetasi atau flora, TNGC juga melindungi satwa-satwa langka seperti elang jawa, harimau, siamang dan berbagai jenis burung. Kawasan taman nasional gunung ciremai ini layak menjadi pilihan berwisata edukasi karena selain ragam vegetasinya yang banyak, kawasan ini juga aman dan asri.

VI. Daftar Pustaka
·                     http://kareumbi.wordpress.com/2009/03/28/info-spesies-pulus-si-daun-penyengat/di download tgl. 25 Desember 2011
·                     Brown, Michael J. (1997) (PDF). Durio — A Bibliographic Review. International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI). ISBN 92-9043-318-3. Diakses pada 20 November 2008.
·                     Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramedia. Jakarta. ISBN 979-511-672-2. Hal. 192-198.
·                     Whitten, Tony (2001). The Ecology of Sumatra. Periplus. hlm. 329. ISBN 962-593-074-4.
·                     Yumoto, Takakazu (2000). "Bird-pollination of Three Durio Species (Bombacaceae) in a Tropical Rainforest in Sarawak, Malaysia". American Journal of Botany 87 (8): 1181–1188. doi:10.2307/2656655.
·                     Uji, T. 2005. Keanekaragaman Jenis dan Sumber Plasma Nutfah Durio (Durio spp.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 11:28-33.




VII.Dokumentasi