Sabtu, 25 Februari 2012

PENERAPAN METODE PETA KONSEP TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA IPA di MTs NEGERI 1 CIREBON KOTA



PENERAPAN METODE PETA KONSEP
TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA
IPA di MTs NEGERI 1 CIREBON KOTA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri 
Mata Kuliah Penelitian Tindakan Kelas
                                 Dosen Pengampu : Kartimi , M. Pd.
               Edi Candra S.Si M.A



15957_1067635268516_1755113621_154997_2922723_n


Di susun oleh :
ANDRI
58461205
Tarbiyah / IPA Bio .B / VII


KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SYEKH NURJATI
CIREBON
2011



 
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah merahmati kami rahmat Iman, Islam, dan kesehatan sehingga kami mampu menyelesaikan laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam waktu yang relatif singkat dengan tanpa mengalami hambatan dan rintangan yang berarti. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada baginda Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
            Laporan ini dibuat dalam bentuk tertulis sederhana, yang disajikan sebagai bahan evaluasi akhir dari kegiatan PTK  yang telah kami laksanakan di MTs Negeri Cirebon 1. Laporan ini juga dimaksudkan untuk memenuhi syarat dan tugas perkuliahan di semester VII.
            Dalam pelaksanaanya kami menemukan beberapa hambatan kecil baik operasional maupun nonoperasional. Namun atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan laporan ini sebagaimana mestinya.
                        Pada keseempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang kami hormati:
1.      Ibu Kartimi , M. Pd dan Bapak   Edi Candra S.Si M.A
2.      Bapak Drs. Darmo AD selaku Kepala sekolah MTs Negeri Cirebon 1.
3.      Bapak Akmal selaku Wakil kepala sekolah bidang kurikulum MTs Negeri Cirebon 1.
4.      Ibu D.Qonita Ma’moen S.Ag guru pamong mata pelajan IPA
5.      Siswa-Siswi  MTs Negeri Cirebon 1.
6.                  Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan dan pelaksanaan PTK  ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
            Selanjutnya kami merasa bahwa laporan tugas ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat menunggu saran dan kritik yang konstruktif untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi kami untuk lebih baik dalam penyusunan laporan yang selanjutnya.

Cirebon,          November 2011
                                                                                                            


                                                                                                            
                                                                                                                        Penyusun








 

                                               DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN N
KATA PENGANTAR  i
DAFTAR ISI. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................2
B. Perumusan dan Pemecahan Masalah................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 3
D. Manfaat Hasil Penelitian.................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori....................................................................................................... 4
B. Kerangka Berfikir........................................................................................  ..11
C. Hipoteis Tindakan............................................................................................ 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................... 13
B. Subjek Penelitian.............................................................................................. 13
C. Sumber Data..................................................................................................... 13
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data................................................................ 14
E. Analisa Data..................................................................................................... 14
F. Prosedur Penelitian........................................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Pembahahan ..........................................................................................17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan Saran..........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN........................................................................................................




 
PENERAPAN METODE PETA KONSEP
TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA
IPA di MTs NEGERI 1 CIREBON KOTA

BAB  I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan  adalah  investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk.
Setiap guru menginginkan proses pembelajaran yang dilaksanakannya meyenangkan dan berpusat pada siswa. Siswa antusias mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan atau memberikan pendapat, bersorak merayakan keberhasilan mereka, bertukar informasi dan saling memberikan semangat.  Dan tujuan akhir dari semua proses itu adalah  penguasaan konsep dan hasil belajar yang memuaskan.
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan madrasah tsanawiyah sampai saat ini masih jauh dan apa yang kita harapkan. Hasil ulangan harian siswa tidak mencapai ketuntasan hal ini dikeluhkan oleh semua para pendidik bahkan oleh orang – orang tua siswa sendiri, karena anak atau siswanya tidak dapat lulus atau tuntas dalam bidangb study IPA. Melihat kondisi rendahnya hasil belajar siswa tersebut beberapa upaya dilakukan salah satunya adalah penerapan metode peta konsep
Dengan penerapan  metode peta konsep  kepada siswa diharapkan siswa dapat meningkatkan aktifitas belajarnya, sehingga terjadi pengulangan dan penguatan terhadap meteri yang diberikan di sekolah dengan harapan siswa mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Perumusan dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut didepan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah :
Apakah melalui metode peta konsep  dapat meningkatkan hasil  belajar IPA bagi siswa kelas VIII MTs N 1 Cirebon Kota ?
2. Pemecahan Masalah
Masalah tentang siswa MTs N 1 Cirebon Kota dalam meningkatkan hasil belajar siswa dipecahkan dengan menggunakan peta konsep
 3. Hipotensis yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah :
Melalui Metode Peta Konsep  Dapat Meningkatan Hasil Belajar  Ipa Bagi Siswa Kelas VIII E di MTs Negeri 1 Cirebon Kota”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan peneliti yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru dan siswa untuk meningkatkan belajar.
2. Tujuan Khusus
Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini :
“Untuk mengetahui apakah Melalui Metode Peta Konsep  Dapat Meningkatan Hasil Belajar  Ipa Bagi Siswa Kelas VIII E di MTs Negeri 1 Cirebon Kota.”
D. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. MTs Negeri 1 Cirebon Kota
Dengan hasil penelitian ini diharapkan MTs Negeri 1 Cirebon Kota dapat lebih meningkatkan penerapan peta konsep  agar prestasi belajar siswa lebih baik dan perlu dicoba untuk diterapkan pada pelajaran lain.
2. Guru
Sebagai bahan masukan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di kelasnya.
3. Siswa
Sebagai bahan masukan bagi siswa untuk menerapkan peta konsep dalam rangka meningkatkan prestasi belajarnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.                Pengertian Belajar Mengajar Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru ( Dimyati, 2002-10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha ( berlatih dsb )supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )Belajar dalam penelitian ini diartikan segala usaha yang diberikan olh guru agar mendapat dan mampu menguasai apa yang telah diterimanya dalam hal ini adalah pelajaran IPA
Adalah suatu bentuk perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan yang diperoleh (Mudjiono dan Dimyati, 2007). Pendapat yang sama disampaikan Gagne (dalam Hasbullah, 2006) yang menyatakan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada suatu organisme sebagai akibat pengalaman. Tingkah laku yang baru itu misalnya tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan dalam sikap dan karakter, kebiasaan-kebiasaan, ketrampilan, kesanggupan menghargai orang lain, perkembangan-perkembangan sikap sosial, emosional, dan pertumbuhan jasmaniah. Dalam belajar, individu membutuhkan orang lain yang bertindak sebagai pengajar, yaitu seseorang yang menyampaikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada individu yang belajar (siswa). Mengajar merupakan usaha kegiatan mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan siswa dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan proses belajar pada diri siswa (Zain. dkk, 2006). Dalam pengertian ini guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa, yang mampu memanfaatkan lingkungan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Jika dilihat dari individu yang belajar, proses belajar bersifat intern, sedangkan proses pembelajaran bersifat ekstern (datang dari luar diri) yang sengaja dirancang dan bersifat rekayasa. Dengan demikian,  dalam tulisan ini mengajar tidak diartikan sempit sebagai penyampaian pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki guru kepada siswa, tetapi kegiatan pengajaran diidentikkan dengan pembelajaran. Pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan pendekatan yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan (Mudjiono dan Dimyati, 2006)
a. Prestasi Belajar.  
Prestasi belajar berasal dari kata “ prestasi “ dan “belajar’ prestasi berarti hasil yang telah dicapai (Depdikbud, 1995 : 787 ). Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau lmu (Depdikbud, 1995 : 14 ). Jadi prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi dalam penilitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh oleh siswa pada mata pelajaran matematika dalam bentuk nilai berupa angka yang diberikan oleh guru kelasnya setelah melaksanakan tugas yang diberikan padanya
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. (Muslihati 2005)Menurut Woordworth (dalam Ismihyani  2000), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000).
Dalam ranah kognitif , hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman,(3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi.
Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Peniruan (menirukan gerak), 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), 4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), 5) Naturalisasi  (melakukan gerak secara wajar).
Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), 2) Merespon (aktif berpartisipasi), 3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu),  4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan  5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Secara formal belajar dapat di definisikan sebagai tingkah laku yang dikaitkan dengan kegiatan sekolah. Belajar merupakan fisik atau badaniah yang hasilnya berupa perubahan-perubahan dalam fisik itu, misalnya, dapat berlari, mengendarai, berjalan, dan sebagainya. Belajar selain merupakan aktivitas fisik juga merupakan kegiatan rohani atau psikis.
Belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual, akan tetapi mengenai seluruh pribadi anak. Perubahan kelakuan karena mabuk bukanlah hasil belajar. Pendapat lain mengatakan bahwa belajar merupakan bentuk pertumbuhan dan perkembangan dalam diri seorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Seorang dikatan belajar apabila di asumsikan dalam diri seorang tersebut mengalami suatu proses kegiatan belajar yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Dijelaskan pula bahwa belajar adalah suatu kegiatan dimana seseorang menghasilkan atau membuat suatu perubahan tingkah laku yang ada dalam dirinya dalam pengetahuan, sikap dan ketrampilan, sudah barang tentu tingkah laku tersebut adalah tingkah laku yang positif artinya mencari kesempurnaan hidup. Belajar itu sendiri terdiri dari berbagai tipe yaitu: (1) menghafal dalam pelajaran dengan sedikit tanpa memahami artinya, misalnya rumus-rumus matematika; (2) memperoleh pengertian-pengertian yang sederhana, seperti kenyataan empat di tambah lima semua berjumlah sembilan; (3) menemukan dan memahami hubungan yang menghendaki respon-respon logis dan benar-benar psikologis. Memahami beberapa konsep yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar bahwa belajar merupakan kegiatan fisik dan badaniah yang akan mengubah tingkah laku seseorang yang di dapat dari hasil pengalaman dan latihan yang bersifat positif.
Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dalam usaha penguasaan materi dan ilmu penegetahuan yang merupakan suatu kegiatan yang menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Melalui belajar dapat diperoleh hasil yang lebih baik. Belajar berarti mengubah tingkah laku. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suhardiman (1988) bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku. Belajar akan membantu terjadinya suatu perubahan pada diri individu yang belajar.
Perubahan itu tidak hanya dikaitkan dengan perubahan ilmu pengetahuan, melainkan juga berbentuk percakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Belajar menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang, prestasi belajar pada hakekatnya merupakan hasil dari belajar sebagai rangkaian jiwa raga. Psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, efektif dan prestasi motorik.
b.Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar dalam psikologi pendidikan. Secara sederhana konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi (bentukan) dari sesuatu yang diketahui. Penganut konstruktivisme berpendapat bahwa guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswanya. Belajar tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang dibaca, melainkan menciptakan pengertian (Bettencourt dalam Suparno, 2001). Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Agar pengetahuan yang diberikan bermakna, siswa sendiri yang harus memproses informasi yang diterima, menstrukturnya kembali dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Adapun prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (2001) adalah sebagai berikut :1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar 4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa. 6. Guru adalah fasilitator. Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, maka belajar adalah suatu kegiatan siswa secara aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dari hasil belajar yang dilakukan baik secara pribadi maupun sosial.
c. Strategi Peta Konsep
*                  Pengertian Peta Konsep Peta konsep
adalah suatu gambar (visual) yang tersusun atas konsep- konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan konsep. Menurut Novak (dalam Kadir, 2007), pemetaan konsep adalah suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep yang lebih spesifik. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik (Muhaemin, 2006). George Posner dan Alan Rudnitsky (dalam Busan, 2007) menyatakan bahwa peta konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian  pada hubungan antar ide-ide, bukan hubungan antar tempat. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan konsep- konsep itu dapat digunakan dua prinsip, yaitu diferensiasi progresif dan penyesuaian integratif. Menurut Ausubel dalam Hudojo et al (2002) diferensiasi progresif adalah suatu prinsip penyajian materi dari materi yang sulit dipahami. Sedang penyesuaian integratif adalah suatu prinsip pengintegrasian informasi baru dengan informasi lama yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu belajar bermakna lebih mudah berlangsung, jika konsep-konsep baru dikaitkan dengan konsep yang inklusif. Menurut Muhaemin (2006), penggunaan peta konsep dalam pendidikan dapat diterapkan untuk berbagai tujuan, antara lain: (a) Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa, (b) Menyelidiki cara belajar siswa, (c) Mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa, dan (d) Alat evaluasi. Di samping itu menurut Magno (dalam Kadir, 2007), peta konsep dapat digunakan sebagai rangkuman dari suatu materi pelajaran untuk siswa, sebagai petunjuk dari guru selama interaksi di kelas, atau sebagai petunjuk bagi siswa tentang konsep-konsep utama dan konsep-konsep baru yang harus dipelajari. Pemahaman siswa dalam menentukan hubungan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain saling berhubungan akan sangat membantu siswa dalam mempelajari materi bahan kimia dalam keseharian. Ciri-ciri peta konsep menurut Dahar yang dikutip Erman dalam Trianto (2007) sebagai berikut:
*                  Peta konsep (pemetaan konsep)
 adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna. 2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep- konsep. 3) Dalam peta konsep, untuk menyatakan hubungan antara konsep-konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain. 4) Peta konsep bersifat hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut. b. Jenis-jenis Peta Konsep Menurut Nur (2000) dalam Trianto (2007) peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).  Pohon Jaringan. Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan sesuatu yang menunjukan informasi sebab-akibat, hirarki, prosedur yang bercabang, istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan- hubungan. 2) Rantai Kejadian. Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen. Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan tahap-tahap suatu proses, langkah-langkah dalam suatu prosedur serta suatu urutan kejadian 3) Peta Konsep Siklus Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menhubungkan kembali ke 20 kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang. 4) Peta Konsep Laba-laba Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah- misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu, sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan sesuatu yang tidak menurut hirarki kecuali berada dalam suatu kategori, kategori yang tidak paralel serta hasil curah pendapat c. Manfaat Peta Konsep Dalam Pembelajaran Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep mempunyai banyak manfaat diantaranya menurut Ausubel dalam Hudojo et al (2002) menyatakan dengan jaringan konsep yang digambarkan dalam peta konsep, belajar menjadi bermakna karena pengetahuan/informasi “baru” dengan pengetahuan terstruktur yang telah dimiliki siswa tersambung sehingga menjadi lebih mudah terserap siswa.

B.Kerangka Berfikir
Dalam kegiatan belajar mengajar dikelas ketika seorang guru itu memperhatikan kendala apa yang dialami dalam kesulitan belajar terhadap hasil belajar siswanya, yang mana seorang guru itu mengidentifikasi kesulitan belajat siswa baik dari cara guru dalam penyampaian materi didalam proses belajar mengajar dimana apakah ada respon dari siswa yang aktif atau pasif jika siswa itu pasif  berate ada kesulitan belajar didalamnya yang mana akan mengakibatkan hasil belajar menurun. Dari sinilah kita bisa melihat factor apa yang menyebabkan siswa mangalami kesulitan belajar apakah dari dirinya sendri, pihak guru dalam penyampaian materi atau dari factor lain. Kemudian kita cari cara menanggulangi kesulitan belajar dengan melakukan strategi, metode belajar dan penggelolaan kelas salah satunya penerapan metode peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar siswa .
Dalam kegiatan belajar Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus dilatih menjadi fasilitaotor yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik , agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan,penuh semangat,tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka (E.Mulasa,2004).
Hasil belajar berfungsi sebagai evaluasi, timbale balik dari proses pembelajaran yang telah dilakukan antara guru siswa dan pihak-pihak yang terkait, hasil belajar ini mencakup aspek kognitif,afektif dan psikomotor. Untuk merncapai hasil belajar yang baik ada beberapa factor yang mempengaruhi belajar, ada tiga factor yang mempengaruhi belajar yaitu factor internal siswa, factor eksternal sisiwadan factor pendekatan pembelajarn yang digunakan guru dalam pembelajara    ( Muhibin Syah.2003)

C. Hipotesis Tindakan
            Untuk memecahkan masalah yang diuraikan dalam rumusan masalah diatas, maka dilakukan tindakan melalui teknik penerapan metode peta konsep , sehingga hipotesis tindakan yang diajukan adalah penerapan metode peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA


























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Dalam penilitian ini penulis mengambil lokasi di MTs Negeri 1 Cirebon Kota, Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon penulis mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan praktek pengalaman lapangan disekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek penlitian yang sangat sesuai.
2. Waktu Penelititan
Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penulis menentukan menggunakan waktu penelitian selama tanggal 17 oktober - 20 november 2011  .
B. Subjek Penelitian
Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas VIII E  MTs Negeri 1 Cirebon Kota Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon jumlah siswa 41 orang.
Pertimbangan penulis mengambil subyek penilitian tersebut dimana siswa
kelas VIII E memliki hasil belajar yang masih ada sebagian siswa yang belum tuntas dalam hasil belajar IPA sehingga perlu upaya untuk mengatasi hal tersebut.
C. Sumber Data
Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data utama Sumber utama data adalah hasil belajar siswa .
Sutrisno Hadi mendenifisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi. Gejala adalah objek peenelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Jadi variabel adalah penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
Ada dua hal yang menjadi objek penelitian dalam Penelitian Tindakan kelas ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang tergantung atau Variabel yang tidak bebas dan sebagai variabel akibat. Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini yang menjadi variabel terikat adalah hasil  belajar IPA
2. Variabel bebas (independent) adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut juga variabel sebab. Dalam penelitian ini yang manjadi variabel bebas yaitu Penerapan Metode Peta Konsep
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data
1. Alat pengumpulan Data
a. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah siswa
b. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu hasil belajar siswa
E. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1993 ). Analisis data dalam karya ilmiah ini dilakukan dengan cara manguji, menyesuaikan, dan mengkatagorikan data dengan teori yang ada dalam telaah pustaka
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari dua silkus.Perencanaan merupakan refleksi awal berdasarkan hasil studi pendahuluan adapun tahapan yang dilakukan dalam perencanaan ini yaitu sebagai berikut :
Langkah – langkah dalam siklus terdiri :
Siklus I
1. Perencanaan Umum. Membuat desain pembelajaran IPA dengan menggunakan Penerapan Metode Peta Konsep yang mungkin tumbuh dan berkembangnya sikap senang mengikuti pembelajaran.
b. Simulasi pembelajaran berdasarkan pada desain pembelajaran
c. Revisi desain pembelajaran berdasarkan masukan dari simulasi
d. Menyusun instrument
2. Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama ini, diawali dengan mengkondisikan kelas dengan apersepsi dan penjajagan kemampuan awal siswa sekaligus sebagai motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Tahap ini merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disimulasikan dan revisi, yaitu penggunaan srategi pembelajaran ini menitikberatkan pada penumbuhan sikap senang mengikuti proses belajar dengan menggunakan Penerapan Metode Peta Konsep yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
Tahapan berikutnya adalah untuk memberikan informasi singkat tenteng materi yang akan dipelajari dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Selanjutnya guru merumuskan permasalahan.
3. Pengamatan /Observasi
Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahapan tindakan, guru penelitian sebagai penyampai materi. Dalam tahap ini dilakukan pula pengumpulan data-data setiap tindakanyang dilakukan guru dan siswa akan diamati oleh observer yaitu penelitian dan teman sejawat dengan menggunakan pedoman pengamat. Dalam hal ini menggunakan lembaran penelitian yang telah disediakan.
4. Refleksi
Tahap ini berisi diskusi dari peneliti, guru maupun observer. Materi diskusi berisi menitikberatkan tentang kelebihan dan kekurangan tindakan, sekaligus menentukan sikap yang harus dilakukan untuk silkus selanjutnya. Pada tahapan ini juga diadakan analisis data, untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat ditentukan apakah diperlukan silkus berikutnya atau tidak.
Siklus ini ternyata belum mampu menjawab tujuan penelitian tindakan kelas, karena Penerapan Metode Peta Konsep masih merupakan hal baru sehingga siswa masih merasa asing media yang disajikan guru/peneliti bukan pada materi yang disampaikan oleh guru/peneliti. Namun siswa sudah menunjukkan keberanian untuk bertanya tentang media. Mulai dari nama media, bagaimana menggunakannya dan jika guru/peneliti tidak memperhatikan, siswa mencoba untuk memegang. Bahkan ada diantara siswa yang mencoba membuat Penerapan Metode Peta Konsep dimengerti menurut mereka. Hal inipun sudah menunjukan suatu perubahan dalam pembelajaran.
Silkus I belum dikatakan berhasil karena belum menjawab permasalahan, sehingga masih diperlukan silkus selanjutnya yaitu silkus II.
Siklus II
Siklus ini dilaksanakan dua kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 x 40 menit untuk sakali pertemuan.
1) Perencanaan Berangkat dari temuan faktual siklus I yang dibahas dalam analisis dan refleks, maka perencanaan pada siklus II ini pada dasarnya hanya menyempurnakan siklus I perbedaan yang dapat dikemukakan adalah bahwa siklus II, observer dapat memperoleh laporan hasil pengamatan secara utuh.
Pada tahap perencanaan ini, Guru /peneliti membuat perangkat pembelajaran sebagaimana siklus I
2) Tindakan
Tindakan pada siklus II dilakukan sesuai dengan rancangan pembelajaran yaitu pada rencana mengajar harian, seperti yang dilakukan pada siklus I juga menggunakan model pemberian tugas pekerjaan rumah. Tetapi, pada siklus II akan dilakukan perbaikan untuk lebih meningkatkan hasil yang didapat pada siklus I
3) Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada setiap perubahan perilaku yang di alami oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan membuat catatan penting yang dapat dipakai sebagai data penelitian. Sebagaimana pada siklus I, pengamatan dilakukan pula terhadap proses mengajar dengan menggunakan pedoman pengamatan.
4) Refleksi
Setelah melakukan tindakan dan pengamatan peneliti kembali melakukan refleksi terhadap hasil yang didapat pada tahap sebelumnya pada siklus II.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

SIKLUS I

Perencanaan

Untuk mendukung terlaksananya Penelitian Tindakan Kelas ini, dibuatlah segala sesuatu yang diperlukan seperti: Perangkat pelaksanaan Pembelajaran (RP) dengan model pembelajarn numbered head together, peta konsep sistem pencernaan, dan beberapa instrument pendukung seperti: tes soal latihan.
 Tindakan
            Pembelajaran dilaksanakan mencakup semua aspek pengetahuan (kongnitif,afektif dan psikomotor) Pengajaran dimulai dari kegiatan, Kegiatan pendahuluan Kegiatan inti , Konfirmasi  dan Kegiatan Penutup
Perlakuan dengan penerapan metode peta konsep  dilakukan pada saat kegiatan inti menggunakan model diskusi numbered head togehter  seperti langkah-langkah berikut: Siswa Dan Siswi Dibagi Dalam lima  Kelompok ,  Setiap Ketua Kelompok Mendapatkan Nomor, Guru Memberikan Tugas(Mengamati gambar organ pencernaan ) Dan Masing-Masing Kelompok Mengamatinya, Masing-masing Kelompok Mendiskusikannya Dan Memastikan Tiap Anggota Mengerjakannya/Mengetahuinya Dengan Arahan Dari Guru, Guru Memanggil salah satu nomor dari lima  kelompok untuk mempresentasikannya didepan Tanggapan Dari Kelompok Lain Dan Guru Memberikan Penguatan Terhadap Hasil Presentasi Kelompok yang maju
Perlakuan penerapan metode peta konsep  dalam siklus pertama ini diberikan untuk dua  kali pertemuan, dengan pokok bahasan Sistem pencernaan manusia dan hubungannya dengan kesehatan 
 Selama perlakuan berlangsung, kolaborator mengobservasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Temuan-temuan yang didapatkan dicatat dalam selembar catatan lapangan. Setelah dua kali pertemuan berlalu, dilakukanlah tes I untuk mengukur kemampuan siswa dalam apsek kongnitif yaitu hasil belajar selama proses kegiatan pembelajaran dikelas.

Pengamatan
            Dari hasil pengamatan yang dilakukan kolaborator, didapatkan data bahwa selama siklus pertama berlangsung ada beberapa sebagian anak (10 siswa ) tidak memperhaatikan pembelajaran dan tidak menulis peta konsep yang disajikan oleh guru (5 siswa),  pada pertemuan kedua jumlah dari sebagian murid yang tidak memeperhatikan pembelajaran dikelas dan yang tidak menulis peta konsep yang disajikan berkurang menjadi (5 siswa ).   Dan  (2 siswa )
Untuk melihat lebih jauh keefektivan penerapan metode peta konsep  dalam  meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA, maka diadakan test 1, dengan hasil sebagai berikut: siswa yang nilainya yang belum tuntas dari KKM yaitu 6 sebanyak 17 siswa dari 41 siswa (41%) .dan yang lulus sebanyak 24  siswa dari 41 siswa (59 %) dengan nilai rata-rata siswanya 6.
  Refleksi
Siklus ini ternyata belum mampu menjawab tujuan penelitian tindakan kelas, karena Penerapan Metode Peta Konsep masih merupakan hal baru sehingga siswa masih merasa asing media yang disajikan guru/peneliti bukan pada materi yang disampaikan oleh guru/peneliti. Namun siswa sudah menunjukkan keberanian untuk bertanya tentang media. Mulai dari nama media, bagaimana cara membuatnya dan  siswa mencoba untuk memegang. Bahkan ada diantara siswa yang mau mencoba membuat Penerapan Metode Peta Konsep yang dimengerti menurut mereka. Hal inipun sudah menunjukan suatu perubahan dalam pembelajaran.
Silkus I belum dikatakan berhasil karena belum menjawab permasalahan, sehingga masih diperlukan silkus selanjutnya yaitu silkus II.

SIKLUS II
  Perencanaan
Sebelum siklus kedua dilaksanakan, ada beberapa hal yang perlu disiapkan, antara lain: Rencana Pengajaran dengan Model Pembelajaran Pembelajaran langsung dan kooperatif. peta konsep dan soal latihan  
Pelaksanaan
            Berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama, maka pada siklus kedua diberikan penera[an peta konsep pada kegiatan inti dimana pada kegiatan awal guru meberikan pengarah kepada siswa untuk fokus memperhatikan pembelajarn dikelas dan mencatat peta konsep yang disajikan didepan kelas.Kegiatan Pendahuluan a.  Motivasi :  Membuka pelajaran dengan salam,Mengabsen siswa – siswanya,Melakukan apersepsi kenapa orang hamil yang ada di mobil elp menutup hidungnya ketika ada orang yang merokok
 Kegiatan Inti eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: Siswa dapat mengidentifikasi organ penyusun sistem pernafasan pada manusia
Siswa dapat membandingkan inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan dada dan perut, melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
§   Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru: Siswa melakukan percobaan tentang inspirasi dan ekspirsi dilanjutkan diskusi organ penyusun sistem pernafasan manusia dengan bimbingan guru ,memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
§  Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru: Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa  dan Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan  dan penyimpulan
Siklus kedua ini dilakukan untuk 2 kali perternuan dengan pokok bahasan Sistem pernafasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan., maka diadakan tes 2 untuk dibandingkan dengan hasil test 1 sehingga dihasilkan beberapa perubahan atau peningkatan.
Pengamatan
Dari hasil observasi selama siklus kedua, didapatkan data diantaranya pada pertemuan pertama, beberapa sebagian anak (3 siswa ) tidak memperhaatikan pembelajaran dan tidak menulis peta konsep yang disajikan oleh guru (1 siswa),  pada pertemuan kedua semua siswa-siswi memeperhatikan pembelajaran dikelas dan semua siswa-siswi menulis peta konsep yang disajikan oleh guru.
Untuk melihat lebih jauh keefektivan penerapan metode peta konsep  dalam  meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA, maka diadakan test 2, dengan hasil sebagai berikut: siswa yang nilainya yang belum tuntas dari KKM yaitu 6 sebanyak 5 siswa dari 41 siswa (12%) .dan yang lulus sebanyak 36  siswa dari 41 siswa (88 %) dengan nilai rata-rata siswanya 7,2.
Refleksi
Dari hasil observasi selama siklus dua  berlangsung, didapatkan kondisi berikut ini: pembelajaran berjalan lebih menyenangkan dan lebih variatif, siswa semakin antusias dalam pembelajaran dikelas.















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode peta konsep  dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA.
penerapan metode peta konsep  dapat juga meningkatkan gairah belajar dan menjadikan siswa lebih semangat belajar IPA.
Respon siswa terhadap pembelajaran Biologi yang mengintegrasikan kuis ke dalam model pembelajaran kooperatif numbered-head-together adalah positif.
SARAN.
  1. Bagi guru bidang studi IPA untuk dapat menggunkan peta konsep dalam proses belajar mengajar dikelas  dan disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan
  2. Bagi  temen sejawat  sebagai observer yang  akan melakukan penelitaian tindkan kelas hendaknya lebih mempertimbangkan ketelitian dalam penyusunan langkah-langkah dalam prosedur PTK






DAFTAR PUSTAKA

·         Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, Jakarta: Depdiknas.
·         Depdiknas. 2004. Model-Model Pengajaran dalam Pembelajaran Sains (Materi Pelatihan Terintegrasi Sains). Jakarta: Depdiknas.
·         Depdiknas. 2004. Penulisan Karya Ilmiah (Materi Pelatihan Terintegrasi Sains). Jakarta: Depdiknas.
·         Depdiknas. 2004. Penelitian Tindakan Kelas (Materi Pelatihan Terintegrasi Sains). Jakarta: Depdiknas.
·         Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdiknas.
·         DePorter, Bobbi., Readon, Mark., dan Nourie, Sarah Singer. 2005. Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning di Ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
·         Nur, M. 1996. Konsep Tentang Arah Pengembangan Pendidikan IPA SMP dan SMU Lima Tahun yang Akan Datang. Jakarta: Depdikbud Direktorat
·         Suharsimi., Suhardjono., dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
·         Tim Penyusun Kamus  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Perum Balai Pustaka.



Penerapan praktikum nata de coco di sma


Penerapan
praktikum nata de coco di sma

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah  : Bioteknologi
Dosen Pengampu      : Ina Rosdiana L. S.Si M.S.i


IAIN Warna


Disusun Oleh :

ANDRI

TARBIYAH /IPA-Biologi B/ VI


KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2011


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.Masyarakat Indonesia  sudah menganal Nata de Coco merupakan jenis makanan berserat yang dihasilkan Acetobacterxylinum dalam media cair bergula sebagi susbtratnya. Nata de Coco merupakan makanan sehat kaya serat yang banyak dikonsumsi sebagai makanan pencuci mulut atau desert. Air kelapa merupakan hasil samping pengolahan kelapa yang belum banyak dimanfaatkan dan banyak dibuang sebagai limbah. Bagimana Penanganan limbah air kelapa bertujuan agar memperoleh nilai tambah secara ekonomi sekaligus menangani limbah air kelapa tersebut. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai substrat menghasilkan Nata de Coco karena mengandung gula, mineralMg2+, foktor pendukung pertumbuhan (growt promoting factor) untuk A. xylinum.Pembuatan Nata de Coco dengan menggunakan substrat air kelapa dilakukan dengan cara menambahkan gula sukrosa (gula pasir) 10%, urea 0,5%,asam asetat glasial 2% atau asam cuka dapur 25% sebanyak 16 ml/ liter air kelapa dan bisa  dijadikan sebagai bahan pembelajarn biologi di sma yang akan menghasilkan ketrampilan dalam  mebuat nata de coco

1.2 Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Penerapan Praktikum Nata de coco di sma?
b.      Bagaimana cara membuat Nata de coco?
c.       Apa Manfaat Penerapan Nata De coco terhadap siswa?
1.3        Tujuan
a.       Mengetahui  Penerapan Praktikum Nata de coco di sma
b.      Mengetahui cara membuat Nata de coco
c.       Mengetahui Penerapan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penerapan Praktikum Nata De Coco
Pada penerapan praktikum na de coco didalam pembelajaran ini General life skils dikembangkan untuk peserta dididk sejak TK sampai perguruan tinggi.  specifik life skils  pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (untuk selanjutnya, dalam makalah ini akan digunakan istilah asingnya yaitu Student-Centered Learning, disingkat SCL) lahir pada awal abad ke-20, yaitu pada saat orang-orang mulai meyakini bahwa pendidikan harus memperhitungkan peserta didik sebagai unsur aktif dalam proses inkuiri, yaitu proses memecahkan masalah yang dihadapinya sendiri. Dibawah pengaruh perspektif pendidikan yang disebut Progressive Education yang meyakini bahwa pengalaman langsung adalah inti dari belajar. Para pendukung Progressive Education menentang pembelajaran yang menganggap bahwa peserta didik sebagai kantong kosong yang baru berisi bila diisi oleh guru (teori Tabula rasa). Peran guru adalah sebagai fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan masalah peserta didik. John Dewey adalah pelopor pandangan progresif ini. Dia menegaskan bahwa kelas adalah laboratorium yang memotret kehidupan yang sebenarnya. Dia mengajak guru untuk menggunakan masalah riil sehari-hari untuk dipecahkan oleh peserta didik, sebagai bahan pembelajaran. Dewey menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang memuat masalah-masalah nyata yang sedang dihadapi, tidak tentang hal-hal yang abstrak bagi peserta didik. Dewey dikenal dengan filosofi pendidikan learning by doing.
SCL dilandasi oleh paham konstruktivisme. Konstruktivisme berarti bahwa peserta didik membangun (to construct) pemahamannya tentang dunia. Berbicara mengenai konstruktivisme bukanlah berbicara tentang suatu teknik tertentu dalam pembelajaran, melainkan kita berfikir tentang proses perolehan pengetahuan dan asesmennya. Ada dua 4
kata kunci dalam konstruktivisme, yaitu aktif (active) dan makna (meaning) dimana pembelajaran konstruktivis tersebut digambarkan sebagai berikut: “Peserta didik tidak semata-mata merekam atau mengingat materi yang dipelajari, melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik tentang materi tersebut, tugas yang akan dipentaskan, memilih informasi yang dianggapnya relevan, dan memahami informasi tersebut berdasarkan pengetahuan yang ada padanya, dan kebutuhannya. Peserta didik menambahkan informasi yang diperlukannya tidak selalu dari materi yang disediakan guru. Ini merupakan suatu proses yang aktif karena peserta didik harus melakukan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik agar informasi tersebut bermakna bagi dirinya .

B.     Cara Membuat Nata De Coco
Nata de Coco merupakan makanan pencuci mulut (desert). Nata de Coco adalahmakanan yang banyak mengandung serat, mengandung selulosa kadar tinggi yangbermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan.Kadungan kalori yang rendah pada Nata de Coco merupakan pertimbangan yang tepatproduk Nata de Coco sebagai makan diet. Dari segi penampilannya makanan inimemiliki nilai estetika yang tinggi, penampilan warna putih agak bening, tekstur kenyal,aroma segar. Dengan penampilan tersebut maka nata sebagai makanan desert memilikidaya tarik yang tinggi. Dari segi ekonomi produksi nata de coco menjanjikan nilaiambah. mengungkapkan bahwa pembuatan nata yang diperkaya denganvitamin dan mineral akan mempertinggi nilai gizi dari produk ini.Nata de Coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairanyang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain (Lapuz et al., 1967).beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namunselama ini yang paling banyak dipelajari adalah A. xylinum BakteriA. xylinum termasuk genus Acetobacter (Ley & Frateur, 1974). Bakteri A. xylinum bersifat Gram negatip, aerob, berbentuk batang pendek atau kokus
Pemanfaatan limbah pengolahan kelapa berupa air kelapa merupakan caramengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Limbah air kelapa cukup baik digunakan untuk substrat pembuatan Nata de Coco. Dalam air kelapa terdapat berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan bakteri penghasil Nata de Coco. Nutrisi yang terkandung dalam airkelapa antara lain : gula sukrosa 1,28%, sumber mineral yang beragam antara lain Mg2+ 3,54 gr/l serta adanya faktor pendukung pertumbuhan (growth promoting factor) merupakan senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (A. xylinum) (Lapus et al., 1967). Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh A. xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang
membentuk Nata de Coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promotingfactor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme didalam sel A. xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Dengan perrtimbangan diatas maka pemanfaatan limbah air kelapa merupakan
upaya pemanfaatan limbah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Fermentasi Nata
de Coco dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
- Persiapan bahan dan alat
- Pemeliharaan biakan murni A. xylinum.
- Pembuatan starter.
- Fermentasi.
- Pemanenan
- Pengolahan
- Pengemasan
*      PROSES PEMBUATAN NATA DE COCO
*      Peralatan yang diperlukan:
1. Kompor.
2. Panci untuk merebus media/ air kelapa.
3. Gelas ukur besar 1liter dan 250 mili liter.
4. Pengaduk.
5. Pisau pengiris nata.
6. Plastik kemasan 1/2 kg.
7. Saringan air kelapa/ ayakan tepung.
8. Nampan/ wadah untuk fermentasi.
9. Kain putih/mori untuk penutup 3 m.
10. Tali pengikat/karet.
11. Ember/baskom perendam/pencuci.
12. Timbangan kue.
13. Sealing cup ukuran akua gelas.
*      Bahan yang diperlukan:
1. Air kelapa 25 liter.
2. Gula pasir 2,5 kg.
3. Asam cuka (asam asetat 25%)/asam cuka dapur 400 mili liter.
4. Urea 25 g.
5. Sirup rasa dan warna disesuaikan kesukaan masyarakat
6. Kap gelas (ukuran aqua gelas).
7. Allumunium foil satu gulung.
8. Sendok plastik.

Pemeliharaan Kultur Murni A. xylinum Biakan atau kultur murni A. xylinum diperoleh di laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Kultur tersebut tumbuh pada media Hassid Barker. Koleksi kultur dapat dalam bentuk kering beku dalam ampul, maupun dalam bentuk goresan dalam agar miring (slant agar). Koleksi kultur dalam bentuk kering beku dalam ampul dapat bertahan hidup bertahun-tahun tanpa peremajaan. Sedangkan koleksi kultur dalam agar miring perlu peremajaan setiap 2-3 bulan. Kebanyakan koleksi kultur
pemeliharaannya dengan cara peremajaan dilakukan pada media agar miring Koleksi kultur pada media agar miring Pemeliharaan koleksi kultur yang dimiliki dapat dilakukan dengan cara:pembuatan media Hassid Barker Agar (HBA) dalam tabung reaksi dan peremajaan kultursetiap 2-3 bulan. Komposisi media HBA adalah sebagai berikut: sukrosa 10%,(NH4)2SO4 0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstrak khamir 2,5 g/L 2 % asam asetat glasial, agardifco 15 g/L . Media HBA dimasukkan kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalamautoclave 121 oC, 2 atm, selama 15 menit. Media dalam tabung reaksi masih panas. diletakkan mring hingga membeku untuk menghasilkan media agar miring. Peremajaan dapat dilakukan dengan cara menggoreskan 1 ose kultur kedalam media agar miring yang telah dipersiapkan. Kutur baru diinkubasi pada suhu kamar, selama 2-3 hari. Kultur akan tumbuh pada media HBA miring dengan bentuk sesuai alur goresan. Kultur yang terlah diremajakan siap untuk kultur kerja, dan sebagian disimpan untuk kultur simpan atau kultur stok (Stock Culture).

*      Persiapan Substrat
Sustrat adalah media pertumbuhan bakteri A. xylinum, bentuk cair yang didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan A. xylinum, untuk menghasilkan Nata de Coco. Cara penyiapan substrat untuk pembuatan Nata de Coco dengan bahan baku air kelapa ádalah sebagai berikut; air kelapa yang diperoleh dari pasar disaring dengan menggunakan kain saring bersih. Kedalam air kelapa ditambahkan sukrosa (gula pasir)sebanyak 10% (b/v). Gula ditambahkan sambil dipanaskan, diaduk hingga homogen. Urea (sebanyak 5 gram urea untuk setiap 1 liter air kelapa bergula yang disiapkan) ditambahkan dan diaduk sambil didihkan. Substrat ini didinginkan, kemudian ditambah asam acetat glacial (asam cuka ) sebanyak 2% atau asam cuka dapur 25% (16 ml asam asetat untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan dengan cara dimasukkan dalam outoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit (atau didihkan selama 15menit).
*      Penyiapan Starter
Starter adalah bibit A. xylinum yang telah ditumbuhkan dalam substratpertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri A. xylinum mencapai karapatan optimal untuk proses pembuatan nata , yaitu 1 x 109 sel/ml. Biasanya karapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan kultur tersebut dalam susbtrat selama 48 jam (2 hari).Penyiapan starter adalah sebagai berikut: substrat disterilkan dengan outoclave atau dengan cara didihkan selama 15 menit. Setelah dingin kira-kira susu 40 oC, sebanyak 300 ml dimasukkan kedalam botol steril volume 500 ml. Substrat dalam botol steril diinokulasi (ditanami bibit bakteri A. xylinum) sebanyak 2 ose (kira-kira 2 pentol korek 6 api), bibit A. xylinum. Substrat digojog, sebaiknya menggunakan shaker dengan
kecepatan 140 rpm ( secara manual digojog setiap 2-4 jam ).Starter ditumbuhkan selama 2 hari, pada suhu kamar.
*      Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung didalam substrat oleh mikroba (kulture) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan selulosa /Nata de Coco), baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi proses katabolisme maupun proses anabolisme. Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya prosesnyasebagai berikut; substrat air kelapa disterilkan dengan menggunakan outoclave atau dengan cara didihkan selama 15 menit. Substrtat didinginkan hingga suhu 40oC. Substrat dimasukkan pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar,dengan kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15 hari nata dapatdipanen.
*      Proses Pengolahan Nata de Coco
Nata de Coco yang dipanen pada umur 10-15 hari, dalam bentuk lembaran dengan ketebalan 1 - 1,5 cm. Nata de Coco dicuci dengan menggunakan air bersih, diiris dalam betuk kubus, dicuci dengan menggunakan air bersih. Nata de Coco direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Agar rasa asam Nata de Coco hilang perlu direbus hingga selama 10 menit. Hingga tahap ini telah dihasilkan Nata de Coco rasa tawar.
Untuk menghasilkan Nata de Coco siap konsumsi yang memiliki rasa manis dengan flavour tertentu perlu dilakukan proses lanjut. Nata de Coco direbus dalam air bergula. Penyiapan air bergula dengan cara menambahkan gula pasir sebanyak 500 gr ke7 dalam 5 liter air ditambahkan vanili atau flavour agent lain untuk menghasilkan valour yang diinginkan. Potongan Nata de Coco bentuk dadu dumasukkan kedalam air bergula selanjutnya direbus hingga mendidih selama 15 menit. Nata de Coco didingankan dan siap untuk dikonsumsi.
Gambar 2. Produk Nata de Coco, memiliki kenampakan putih bersih












*      Pengemasan
Kemasan merupakan aspek penting dalam rangka menghasilkan produk Nata de Coco untuk keperluan komersial. Dengan demikian proses pengemasan perlu dilakukan secara teliti dan detai prosesnya sehingga menghasilkan nilai tambah yang optimal darimanfaat dan tujuan pengemamasan tersebut. Kemasan terhadap produk Nata de Coco memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Mengawetkan produk agar bertahan lama tidah rusak.
b. Memberikan sentuhan nilai estetika terhadap produk sehingga memiliki
daya tarik yang lebih tinggi.
c. Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk.
d. Memudahkan proses penyimpanan dan distribusi produk.
Pengemasan dapat dilakukan dengan kemasan yang sederhana dengan menggunakan kantung plastik kemasan dengan usuran bervariasi ½ kg, 1 kg dan seterusnya sesuai dengan keperluan pasar bila pengemasan bertujuan untuk komersial. Kemasan dapat pula dilakukan dengan menggunakan kemasan cup plastik, ukuran aqua cup atau yang lebih besar. Ragam bentuk dan ukuran sangat ditentukan oleh kebutuhan pasar. Untuk menghasilkan kemasan yang baik dengan mempertimbangkan keawetanproduk yang dihasilakan perla diperhatikan hal-hal seabagai berikut:
a. Kemasan harus bersih atau steril.
b. Isi kemasan diusahakan penuh agar tidak ada udara tersisa dalam kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak tumbuh.
Gambar 3. Produk Nata de Coco dalam kemasan.








Proses pengmasan produk Nata de Coco dapat dilakukan sebagai berikut; Nata de Coco yang telah direbus dengan penambahan gula dan flavouring agent tertentu didinginkan hingga suhu 40 oC (suma-suam kuku). Produk tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam kemasan plastik atau cup secara aseptik untuk menghindari contaminan. Pengisian produk kedalam kemasan harus penuh agar tidak tersisa udara dalam kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak bisa tumbuh. Kemasan selanjutnya ditutup dengan menggunakan sealer. Pengemasan selesai produk dimasukkan dalam air dingin hingga produk menjadi dingan dan segera ditiriskan. Selanjutnya produk yang telah dikemas dan didistribusikan atau disimpan dalam penyimpan berpendingin aganr tetap segar dan lebih awet.
C.    Manfaat Penerapan Nata De coco terhadap siswa
Manfaatnya dalam pembelajaran ini siswa tidak merasa jenuh terhadap kegiatan belajar yang berlangsung didalam kelas dengan adanya penerpan ini minat siswa terhadap pelajaran biologi lebih antusias dalam belajar karena jika minat siswa ini sangat bagus maka akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya jadi ketika minat siswa ini muncul dengan bagus mka akan timbul rasa semangat belajar biologi. Selain itu juga memberikan ketranpilan kepada siswa bagaiman cara mebuat nata de coco yang mana ketrampilan ini merupakan bekal mereka untuk terjun dimasyakat dan bisa menghasilkan uang untuk modal bagi dirinya sendri. Serta meningkatkan jiwa kewrirausahaan didalam dirinya.
Disamping itu juga  Membangkitkan minat belajar siswa itu juga
merupakan tugas guru yang mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua
keterampilan dengan adannya penerapan ini  yang menyangkut pengajaran, terutama keterampilan dalam  bervariasi, keterampilan ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa seperti
halnya bervariasi dalam gaya mengajar, jika seorang guru tidak menggunakan
variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan jenuh terhadap materi pelajaran.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru hendaklah menggunakan penerpan praktikum alam pembelajaran  agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika sudah
begitu, hasil belajarpun sangat memuaskan. Dan tujuan pembelajaran pun akan
tercapai dengan maksimal.

BAB III
KESIMPULAN
Pada penerapan praktikum na de coco didalam pembelajaran ini.Peserta didik tidak semata-mata merekam atau mengingat materi yang dipelajari, melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik tentang materi tersebut, tugas yang akan dipentaskan, memilih informasi yang dianggapnya relevan, dan memahami informasi tersebut berdasarkan pengetahuan yang ada padanya, dan kebutuhannya. Peserta didik menambahkan informasi yang diperlukannya tidak selalu dari materi yang disediakan guru. Ini merupakan suatu proses yang aktif karena peserta didik harus melakukan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik agar informasi tersebut bermakna bagi dirinya
 Beberapa tahapan pembuatan Nata de Coco ádalah sebagai berikut: pemeliharaan kultur A. xylinum, pembuatan starter, pembuatan media fermentasi atau substrat, fermentasi, pemanenan, pengolahan danpengemasan. Teknologi pembuatan Nata de Coco merupakan teknologi sederhana, namun dalam proses pembuatannya memerlukan perhatian pada titik kritis yaitu; pemeliharaan kultur A. xylinum, penyiapan starter dan proses fermentasi. Kebersihan merupakan faktor sangat penting untuk keberhasilan dan proses
pembuatan Nata de Coco.
Manfaatnya dalam pembelajaran ini siswa tidak merasa jenuh terhadap kegiatan belajar yang berlangsung didalam kelas dengan adanya penerpan ini minat siswa terhadap pelajaran biologi lebih antusias dalam belajar karena jika minat siswa ini sangat bagus maka akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. memberikan ketranpilan kepada siswa bagaiman cara mebuat nata de coco yang mana ketrampilan ini merupakan bekal mereka untuk terjun dimasyakat dan bisa menghasilkan uang untuk modal bagi dirinya sendri. Serta meningkatkan jiwa kewrirausahaan didalam dirinya.



DAFTAR PUSTAKA
Ø  R.E. Buchanan & N.E. Gibson (Ed) Bergeys Manual of Determinatif
Ø  Bacteriology, Eight Edition. The Williams & Wilkins Co. Baltimore.
Ø  Moat, A.G. 1979. Microbial Physiology. Jhon Willey & Sons, New York, 600p.
Ø  Masaoka, C., Ohe, T., & Sakato, N., 1993. Production of Cellulose from Glucose by
Ø  Acetobacter xylinum. J. Ferment. Bioeng. 75: 18-22.
Ø  Pracaya. Bertanam Nanas. Penebar Swadaya. Salatiga.
Ø  Anonim. 2009. Pembelajaran. Online (http://wikipedia.com/pembelajaran,